Sabtu, 23 Januari 2016



PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Allah telah menciptakan manusia dengan banyak hidayah dan anugerah, beberapa di antaranya yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya adalah akal. dimana hanya manusialah yang memiliki hal tersebut, berbeda dengan hewan yang hanya memiliki nafsu saja. Hidayah berupa akal  tersebut sudah dimiliki manusia sejak lahir dan merupakan anugerah yang di berikan oleh Allah kepada manusia.
Al-Quran memberikan dorongan bagi manusia untuk menggunakan akalnya dalam bertindak karena akal merupakan barometer keberadaan manusia. Jika manusia tidak menggunakan akalnya maka hilanglah sifat kemanusiaannya namun penggunaan secara berlebih juga akan dapat menyesatkan manusia dalam dosa. Oleh sebab itu al-Quran memberikan manusia tuntunan tentang cara penggunaan akal.











PEMBAHASAN

A.    Pengertian Akal
Akal berasal dari bahasa Arab 'aql yang secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu. Pengertian lain dari akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan melihat cara memahami lingkungan, atau merupakan kata lain dari pikiran dan ingatan. Kata al-‘Aqlu sebagai mashdar (akar kata) juga memiliki arti nurun ruhaniyyun bihi tudriku al-nafsu ma la tudrikuhu bi al- hawas, yaitu cahaya ruhani yang dengannya seseorang dapat mencapai mengetahui sesuatu yang tidak dapat di capai oleh indra. Al-‘aql juga di artikan sebagai Al-‘qalb, hati nurani atau hati sanubari. Menurut tinjauan Al Qur’an akal adalah Hujjah atau dengan kata lain merupakan anugerah Allah SWT. Akal juga merupakan alat yang dapat menyampaikan kebenaran dan sekaligus sebagai pembukti dan pembeda antara yang haq dan yang bathil, serta apa yang ditemukannya dapat dipastikan kebenarannya.

B.     Ayat-Ayat Yang Berhubungan Dengan Perintah Menggunakan Akal

1.    Q.S. Adz Zariyat: 21
تبصرون أفلا أنفسكم وفي

dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
Jika manusia memperhatikan dirinya sendiri dengan baik dan sadar seperti susunan urat syaraf, pembuluh darah, paru-paru, hati, jiwa dan sebagainya, kemudian dengan susunan yang rapi itu manusia dapat berjalan, berbicara, berpikir dan sebagainya, tentulah mereka sampai kepada kesimpulan bahwa yang menciptakan manusia itu adalah Tuhan yang berhak di sembah, Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi Pengetahuannya. 
Qatadah mengatakan bahwa barang siapa memikirkan penciptaan dirinya, niscaya ia akan mengetahui bahwa sesungguhnya dirinya dan sendi-sendi tulang-tulangnya diciptakan hanyalah untuk beribadah.
2.    Q.S. Al-Israa: 36
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا عِلْمٌ بِهِ لَكَ لَيْسَ مَا تَقْفُ وَلا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al Isra:36)
Maksudnya, jangan mengikuti apa yang tidak kamu ketahui dan tidak penting bagimu. Jika kita memiliki pengetahuan, maka manusia boleh menetapkan suatu hukum berdasarkan pengetahuannya itu. Dan masing-masing dari semua itu ditanya tentang apa yang dilakukannya. Hati ditanya tentang apa yang dia pikirkan dan dia yakini. Pendengaran dan penglihatan ditanya tentang apa yang dia lihat, dan pendengaran ditanya tentang apa yang ia dengar. Semua anggota tubuh akan diminta pertanggungjawaban di hari kiamat.
3.    Q.S.Ar Ruum: 8 
أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ مَا خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ (8) 
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.(QS. 30:8)
Ayat ini ditujukan kepada orang musyrik Mekah, orang-orang kafir dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Jika dilihat dari sikap mereka terhadap seruan Nabi saw, kelihatan seakan-akan mereka tidak mau menggunakan akal pikiran mereka, untuk memikirkan segala sesuatu yang mereka lihat, agar mereka percaya kepada yang disampaikan terhadap mereka.
Ayat ini menyuruh agar kita memperhatikan diri sendiri. Kita  dijadikan dari tanah, kemudian menjadi setetes mani, kemudian menjadi seorang laki-laki atau seorang perempuan. Kemudian kita mengadakan perkawinan dan berkembang biak, seakan-akan Allah SWT mengatakan kepada kita: "Cobalah perhatikan dirimu yang paling dekat dengan kamu, sebelum membayangkan pandanganmu kepada yang lain.

4.    Q.S. al-Mulk:10
وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ
Dan mereka berkata:` Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala (QS. 67:10)
Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa orang-orang kafir yang sedang dari seruan Rasul itu, demikian pula seandainya kami menggunakan telinga kami untuk mendengar ayat-ayat Allah yang telah diturunkan-Nya dan disampaikan kepada kami oleh Rasul yang telab diutus Nya, tentulah kami tidak akan menyangkal dan mengingkari kebenaran yang disampaikan itu. Tidak akan terpedaya oleh kesenangan dan pengaruh dunia yang fana ini, tidak akan terpedaya oleh tipu daya setan dan tidak akan dimasukkan ke dalam neraka yang menyala ini yang azabnya tidak tertanggungkan sedikitpun diazab di dalam neraka itu menyesali sikap dan tindakan mereka selama hidup di dunia dengan mengatakan, “Sekiranya kami mau menggunakan akal dan pikiran kami yang telah dianugerahkan Allah kepada kami, untuk menilai dan mengambil manfaat oleh kami”.



PENUTUP
A.    Kesimpulan
Akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat luas. Dengan menggunakan akal manusia akan mengenal siapa tuhan pencipta dirinya dan untuk apa dia diciptakan. Dengan menggunakan akal pula, manusia mampu memahami kandungan Al-Qura’an yang diturunkan sebagai wahyu oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan akal pula, manusia mampu menelaah sejarah Islam dari masa ke masa dari masa lampau.
Allah mencela orang yang tidak mau berfikir dan menggunakan akalnya dalam kehidupannya.
Akal mempunyai peranan penting sebagai petunjuk hidup manusia, bukan saja sebatas ritual keagamaan semata, akan tetapi fungsi akal dapat digunakan lebih jauh dari sekedar itu.
.





PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Allah telah menciptakan manusia dengan banyak hidayah dan anugerah, beberapa di antaranya yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya adalah akal. dimana hanya manusialah yang memiliki hal tersebut, berbeda dengan hewan yang hanya memiliki nafsu saja. Hidayah berupa akal  tersebut sudah dimiliki manusia sejak lahir dan merupakan anugerah yang di berikan oleh Allah kepada manusia.
Al-Quran memberikan dorongan bagi manusia untuk menggunakan akalnya dalam bertindak karena akal merupakan barometer keberadaan manusia. Jika manusia tidak menggunakan akalnya maka hilanglah sifat kemanusiaannya namun penggunaan secara berlebih juga akan dapat menyesatkan manusia dalam dosa. Oleh sebab itu al-Quran memberikan manusia tuntunan tentang cara penggunaan akal.
















PEMBAHASAN

A.    Pengertian Akal
Akal berasal dari bahasa Arab 'aql yang secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu. Pengertian lain dari akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan melihat cara memahami lingkungan, atau merupakan kata lain dari pikiran dan ingatan. Kata al-‘Aqlu sebagai mashdar (akar kata) juga memiliki arti nurun ruhaniyyun bihi tudriku al-nafsu ma la tudrikuhu bi al- hawas, yaitu cahaya ruhani yang dengannya seseorang dapat mencapai mengetahui sesuatu yang tidak dapat di capai oleh indra. Al-‘aql juga di artikan sebagai Al-‘qalb, hati nurani atau hati sanubari. Menurut tinjauan Al Qur’an akal adalah Hujjah atau dengan kata lain merupakan anugerah Allah SWT. Akal juga merupakan alat yang dapat menyampaikan kebenaran dan sekaligus sebagai pembukti dan pembeda antara yang haq dan yang bathil, serta apa yang ditemukannya dapat dipastikan kebenarannya.

B.     Ayat-Ayat Yang Berhubungan Dengan Perintah Menggunakan Akal

1.      Al Baqarah164:

إِنَّ فىِ خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ اخْتِلَافِ الَّيْلِ وَ النَّهَارِ وَ الْفُلْكِ الَّتىِ تجَْرِى فىِ الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَ مَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِن مَّاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتهَِا وَ بَثَّ فِيهَا مِن كُلّ‏ِ دَابَّةٍ وَ تَصْرِيفِ الرِّيَحِ وَ السَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَ الْأَرْضِ لاََيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُون‏
“Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi; dan pertukaran malam dan siang; dan (pada) kapal-kapal yang belayar di laut dengan membawa benda-benda yang bermanfaat kepada manusia; demikian juga (pada) air hujan yang Allah turunkan dari langit lalu Allah hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta Ia biakkan padanya dari berbagai-bagai jenis binatang; demikian juga (pada) peredaran angin dan awan yang tunduk (kepada kuasa Allah) terapung-apung di antara langit dengan bumi; sesungguhnya ada tanda-tanda (yang membuktikan keesaan Allah, kekuasaanNya, kebijaksanaanNya, dan keluasan rahmatNya) bagi kaum yang menggunakan akal fikiran (liqaumiy ya’qiluun)”.

2.      Al Jatsiyah: 5
وَ اخْتِلَافِ الَّيْلِ وَ النهََّارِ وَ مَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِن رِّزْقٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتهَِا وَ تَصْرِيفِ الرِّيَاحِ ءَايَاتٌ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُون‏
Dan (pada) pertukaran malam dan siang silih berganti, dan juga (pada) rezeki yang diturunkan oleh Allah dari langit, lalu Ia hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta (pada) peredaran angin, (semuanya itu mengandungi) tanda-tanda (yang membuktikan keesaan Allah, kekuasaanNya, kebijaksanaanNya, serta keluasan rahmatNya) bagi kaum yang mahu menggunakan akal fikiran (liqaumiy ya’qiluun). 
3.      Al Baqoroh :219
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir(QS Al Baqoroh :219)
4.      A'raf: 176
ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir(QS Al A'raf: 176)
5.      Al Hasyir: 21
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.(QS Al Hasyir: 21)
6.      Al Maidah : 58
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْقِلُونَ
Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.(QS Al Maidah : 58)

7.      Yasiin: 68
وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ أَفَلا يَعْقِلُونَ
Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian (nya). Maka apakah mereka tidak menggunakan akal?(QS Yasiin: 68)

            Dan Banyak ayat-ayat lain yang senada dengan itu agar kita selalu menggunakan akal, selalu berfikir. Pentingnya akal dalam agama Islam, menjadikan syariat Islam dapat ditegakkan. Syariat Islam hanya dapat ditegakkan bagi orang yang berakal. Karena ia mampu berfikir, menelaah, dan menganalisa, mana yang baik dan mana yang benar. Sedangkan orang yang tidak mempunyai akal, tidak berlaku syari'at Islam baginya. Orang yang tidak berakal seperti orang gila dan anak-anak kecil tidak dibebankan baginya syari'at Islam seperti sholat, puasa, zakat dan naik haji. Hanya orang-orang yang berakal dan mampu berfikir bahwa meninggalkan perintah agama Islam itu berdosa, yang diwajibkan mengamalkan perintah Islam seperti sholat tersebut.
Ayat-ayat diatas jelas menegaskan bahwa Allah mencela orang yang tidak mau berfikir dan menggunakan akalnya dalam kehidupannya, dengan ungkapan "Apakah kamu tidak mempergunakan akal?", "Apakah kamu tidak berfikir?"
Dapat disimpulkan bahwa dalam beragama ini harus menggunakan akal. Tetapi tidak menjadikan akal segala-galanya sehingga melanggar atau mengingkari ayat-ayat wahyu Ilahiyah, karena kalau melanggar rambu-rambu wahyu, maka tidak ada artinya lagi beragama, Qur'an, serta Nabi Muhammad. Tidak ada artinya lagi beragama Islam dan diutusnya Nabi Muhmmad saw, jika wahyu dan perintah serta aturan-aturannya dilanggar, karena lebih mengutamakan akal.
Harus ada batasan yang tegas mana yang harus menggunakan akal, dan mana yang harus diterima sebagai suatu ketentuan Allah SWT, yang disampaikan melalui lisan Rasulnya, baik berupa Wahyu Al-Qur'an, maupun hadis nabi saw.










PENUTUP
A.    Kesimpulan
Akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat luas. Dengan menggunakan akal, manusia mampu memahami Al-Qura’an dan perintah-perintah serta larangan-larangan yang diturunkan sebagai wahyu oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan akal pula, manusia mampu menelaah sejarah Islam dari masa ke masa dari masa lampau.
Allah mencela orang yang tidak mau berfikir dan menggunakan akalnya dalam kehidupannya.
Akal mempunyai peranan penting sebagai petunjuk hidup manusia, bukan saja sebatas ritual keagamaan semata, akan tetapi fungsi akal dapat digunakan lebih jauh dari sekedar itu.
.


Minggu, 17 Januari 2016



PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM IBNU TAIMIYAH

A.    Riwayat Ibnu Taimiyah
      Nama lengkapnya adalah Taqiy ad-Din Ahmad bin ‘Abd Hakim bin Taimiyah. Beliau lahir pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awal 661 H/ 22 Januari 1263 M. di kota Harran wilayah syiria.
Ketika Ibnu Taimiyyah berusia 7 tahun dia sudah hafal al-Qur'an dengan amat baik dan lancar. Selain itu, penguasannya yang prima terhadap berbagai ilmu yang diperlukan untuk memahami al-Qur'an menyebabkan ia tampil sebagi ahli tafsir, di samping juga ahli hadith. Pada usia 17 tahun kegiatan ilmiahnya sudah mulai memberikan fatwa-fatwa dan mengarang. Dalam umur 21 tahun dia ditinggal pergi oleh ayahnya. Dia begitu sedih. Namun kesedihannya dia palingkan pada suatu pekerjaan yang besar, yaitu menafsirkan al-Qur'an.
Beliau wafat di damaskus malam senin, 20 Dzulqa’idah 728 H/26 September 1328 M.

B.     Konsep Pendidikan Ibnu Taimiyah
1.      Falsafah Pendidikan
       Dasar atau asas yang digunakan sebagai acuan falsafah pendidikan oleh Ibn Taimiyah adalah ilmu yang bermanfaat sebagai asas bagi kehidupan yang cerdas dan unggul. Sementara mempergunakan ilmu itu akan dapat menjamin kelangsungan dan kelestarian masyarakat. Tanpa ilmu masyarakat akan terjerumus kedalam kehidupan yang sesat.

2.      Tujuan Pendidikan
       Menurutnya tujuan pendidikan dapat dibagi kepada tiga bagian sebagai berikut.
a.       Tujuan Individual
       Pada bagian ini tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya pribadi muslim yang baik, yaitu seseorang yang berfikir, merasa dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu sejalan dengan apa yang diperintah Al-Quran dan As-sunnah.
b.      Tujuan Sosial
       Pada bagian ini Ibn Taimiyah mengataka bahwa pendidikan juga harus diarahkan pada terciptanya masyarakat yang baik yang sejalan dengan ketentuan Al-Quran dan As-sunah.
c.       Tujuan Da’wah Islamiyah
      Tujuan ketiga yang harus dicapai oeh pendidikan menurutnya adalah mengarahkan umat agar siap dan mampu memikul tugas dakwah islamiyah keseluruh dunia.
3.      Kurikulum
Ibn Taimiyah menjelaskan kurikulum dalam arti materi pelajaran dalam hubungannya dengan tujuan yang ingin dicapainya, yang secara ringkas dapat dikemukakan melalui 4 tahap :
      Pertama, kurikulum yang berhubungan dengan mengesakan Tuhan ,
Kedua, kurikulum yang berhubungan dengan mengetahui secara mendalam terhadap ilmu-ilmu Allah,
     Ketiga, kurikulum yang berhubungan dengan upaya yang mendorong manusia mengetahui secara mendalam terhadap kekuasaan Allah
     Keempat, kurikulum yang berhubungan dengan upaya yang mendorong untuk mengetahui perbuatan-perbuatan Allah

Ruang Lingkup Kurikulum
       Berdasarkan pembagian ilmu tersebut, Ibn Taimiyah membagi ruang lingkup kurikulum ke dalam tiga bagian sebagai berikut:
1.      Ilmu agama, ilmu ini oleh Ibn Taimiyah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Ilmu Ijbariyah (ipada lmu yang dipaksakan) dan ilmu ikhtiyariyah (ilmu yang diusahakan).
2.      Ilmu Aqliyah. Ilmu ini mencakup ilmu matematika, kedokteran, biologi, fisika, sosial dan lain sebagainya.
3.      Ilmu askariyah. Ilmu ini diajukan Ibn Taimiyah dalam rangka menjawab kebutuhan zaman dan memenuhi para peneliti yang menghendaki agar pendidikan tetap sejalan dengan perkembangan masyarakat.

4.    Bahasa Pengantar dalam Pengajaran
            Ibn Taimiyah menganjurkan agar mewajibkan penggunaan bahasa arab dalam pengajaran dan percakapan. Hal ini didasarkan pada pandangannya bahwa penguasaan secara mendalam dan teliti terhadap bahasa arab merupakan tuntutan islam dan sesuatu yang fardhu ain hukumnya dikalangan ulama salaf.
5.    Metode Pengajaran
Menurut Ibn Taimiyah pada garis besarnya metode pengajaran dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:
1).  At- Thariqah al-‘Ilmiyah (Metode Ilmiyah)
Metode ilmiyah ini didasarkan pada tiga hal, yaitu
Ø  benarrnya alat untuk mencapai ilmu,s
Ø  penguasaan secara menyeluruh terhadap seluruh proses belajar, dan
Ø  mensejajarkan antara amal dan pengetahuan.

2). At-Thariqah al-Iradah
Tujuan utama metode ini adalah mendidik kemauan seorang pelajar sehingga ia tidak tergerak hatinya untuk melakukan sesuatu perbuatan kecuali yang diperintahkan Allah swt.

6.    Etika Guru dan Murid
                1). Etika Guru terhadap Murid
                     Menurut Ibn Taimiyah, bahwa seorang alim hendaknya memiliki   ciri-ciri sebagai berikut :
ü  Seorang alim merupakan khulafa, yaitu orang-orang yang menggantikan misi perjuangan para nabi dalam bidang pengajaran.
ü  Seorang alim hendaknya dapat menjadi panutan bagi murid-muridnya dalam hal kejujuran, berpegang teguh pada akhlak yang mulia dan menegakkan syari’at islam.
ü  Seorang alim hendaknya menyebarkan ilmunya tanpa main-main atau sembrono.
ü  Seorang alim hendaknya membiasakan menghafal dan menambah ilmunya serta tidak melupakannya.
2). Etika Murid terhadap Guru
ü Seorang murid hendaknya memiliki niat yang baik dalam menuntut ilmu, yaitu mengharapkan keridhoan Allah.
ü Seorang murid hendaknya mengetahui tentang cara-cara memuliakan gurunya serta berterima kasih kepadanya,
ü Seorang pelajar hendaknya mau menerima setiap ilmu, sepanjang ia mengetahui sumbernya.
ü Seorang pelajar hendaknya tidak menolak atau menyalahkan mazhab yang lain, atau memandang mazhab orang lain sebagai mazhab orang-orang yang bodoh dan sesat.