Sabtu, 08 November 2014

RESUME SOSIOLOGI PENDIDIKAN


TUGAS MANDIRI
RESUME
SOSIOLOGI PENDIDIKAN

Judul Buku                              :  SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Pengarang                              :  Zaitun, M.Ag
Penerbit                                  :  Mahkota Riau
Tahun Terbit                          :  2009
Jumlah Halaman                    :  150 halaman

Di Resume Oleh :
Nama                                      :  SUPANDI
NIM                                        :  11111102668
Lokal/Smt                               :  A/II (dua)
Fak/Jur                                   :  FTK/PAI
Dosen Pembimbing                 :  Nasrul HS. S.Pd. MA






BAB I
SOSIOLOGI DALAM BERBAGAI DIMENSI

Pengertian Sosiologi
            Secara harfiyah atau etimologi, sosiologi berasal dari bahasa latin, Socius dan logos. Socius berarti teman, sahabat, atau kerabat. Sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan.
            Sedangkan secara terminology, beberapa ahli member batasan pengertian :
a.       Alvin Bertrand
      Sosiologi adalah studi tentang hubungan antara manusia (human relationship)
b.      Mayor Polak
Sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formal maupun material, baik statis maupun dinamis.
c.       Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur social dan proses social, termasuk perubahan social.
d.      P.J. Bouwman
      Sosiologi adalah ilmu masyarakat umum.
e.       Pitirin Sorokin
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial.
f.       Roucek dan Warren
      Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
g.       William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi social dan hasilnya yaitu organisasi social.
Agar suatu pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan harus memenuhi syarat antara lain :
1.      Jelas obyek yang dibahasnya sehingga berbeda dengan ilmu lain.
2.      Mempergunakan metode-metode ilmiah.
3.      Tersusun secara sistematis.
Sosiologi dapat memenuhi syarat disebut sebagai ilmu karena :
1.      Memiliki obyek yang jelas, yakni masyarakat, struktur, unsur, proses dan perubahan sosial.
2.      Mempergunakan metode-metode ilmiah.
3.      Merupakan hasil penelitian sosiologi yang tersusun menjadi satu kesatuan yang bulat, sistematis, logis, saling berhubungan, sehingga membedakannya dengan ilmu-ilmu lainnuya.
Sosiologi memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
a.       Sosiologi termasuk kelompok ilmu sosial.
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala sosial, bukan mempelajari gejala-gejala alam.
b.      Sosiologi bersifat kategoris
Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normative akan tetapi adalah sesuatu disiplin kategoris.
c.       Sosiologi termasuk ilmi murni (pure science)
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan murni dan bukan merupakan ilmu pengetahuan terapan.
d.      Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak, bukan konkrit.
e.       Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum.
f.       Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional.
g.       Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum, bukan khusus.

Obyek Sosiologi
            Obyek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia. Dan proses yang timbul dari hubungan manusia dengan masyarakat.
            Sudut pandangannya adalah memandang hakikat masyarakat, kebudayaan, dan individu secara ilmiah. Sedangkan susunan pengetahuan dalam sosiologi terdiri atas konsep-konsep dan prinsip-prinsip mengenai kehidupan kelompok sosial, kebudayaan, dan perkembangan pribadi. Salah satu hal yang mendapat perhatian sosiologi ialah penelitian mengenai tata sosial, tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku manusia dalam institusi sosial.


Sosiologi Pendidikan
            Sosiologi pendidikan merupakan salah satu sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan (F.G Robbins). Yang termasuk daalam struktur ini adalah teori dan filsafat pendidikan, system kebudayaan, struktur kepribadian, dan hubungan kesemuanya itu dengan tata sosial masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan dinamika ialah proses sosial dan kultural, proses perkembangan kepribadian, dan hubungan semuanya itu dengan proses pendidikan. Dictionary of Sociology, membatasi pengertian sosiologi pendidikan sebagai sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. E.G Payne, sosiologi pendidikan ialah suatu studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan. Sementara Dr. Elwood, sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tantang proses belajar dan mempelajari antara orang yang satu dengan orang yang lain.
            Menurut E.B Reuter, sosiologi pendidikan mempunyai kewajiban untuk menganalisa evolusi dari lembaga-lembaga pendidikan dalam hubungannya dengan perkembangan manusia dibatasi oleh pengaruh-pengaruh dari lembaga pendidikan yang menentukan kepribadian social dari tiap-tiap individu.
            Sanapiyah Faisal, mengemukakan ada dua istilah yang digunakan yakni educational Sociology dan Sociologi of education. Menurut Taylor, Educational Sociology tekanannya terletak pada pertanyaan-peertanyaan kependdidikan dan social. Sedangkan Sociology of Education tekanannya pada permasalahan sosiologis. Sementara R.J.Stalcup didalam bukunya Sociology and Education, dimana beliau menggunakan istilah The Social Foundations of Education, menurutnya ada 3 istilah yang digunakan yaitu Educational Sociology, Sociology of Education, dan Sosial Foundation of Education. Educational Sociology : merupakan aplikasi prinsip-prinsip umum dan penemuan-penemuan sosiologi bagi pengadministrasian proses pendidikan. Sociology of Education : merupakan suatu analisis terhadap pendidikan. Sedangkan Social Foundation of Education : merupakan suatu bidang telaahan yang lazimnya mencakup sejarah, filsafat, sosiologi pendidikan, dan pendidikan  komparasi.
            Dari beberapa pengertian diatas, kiranya disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang menganalisis secara ilmiah tentang hubungan antara manusia dalam pendidikan dengan menggunakan pendekatan sosiologis.



Sejarah Sosiologi Pendidikan
            Sosiologi pendidikan berkembang menjelang diawal abad ke-20. Sanapiyah Faisal dalam bukunya dikemukakan bahwa, Jhon Dewey (1859-1952) termasuk tokoh pertama yang memandang begitu esensialnya hubungan antara lembaga pendidikan dan masyarakat. Menurutnya, terlihat nyata adanya perubahan struktur masyarakat dari bentuk semulanya yang bersahaja. Dalam arus perubahan yang begitu rupa tersebut Dewey melihat betapa kecil, dan bahkan tidak ada sama sekali peranan penyiapan anak didik yang dilakukan lembaga-lambaga pendidikan supaya peserta didik bisa menyadari masyarakat baru yang tumbuh disekitarnya. Atas dasar itu, Dewey bermaksud memperbaikinya, yaitu melalui sekolah percobaannya di Chicago.
            Sebagaimana halnya Dewey, hal serupa juga dilakukan oleh Emille Durkheim (1858-1917), dikala itu menjadi Direktur Ilmu Pendidikan dan Sosiologi. Selaku orang yang mendapat latihan dan minat utamanya dalam sosiologi, Durkheim memandang pendidikan sebagai suatu social thing, bahwa masyarakat secara keseluruhan beserta masing-masing lingkungan social didalamnya, merupakan penentu cita-cita yang dilaksanakan lembaga pendidikan.
Pelopor sosiologi pendidikan dalam artian formal, adalah Jhon Dewey dengan bukunya yang berjudul School and Society yang terbit pada tahun 1899, beliau menekankan pendapatnya mengenai sekolah sebagai institusi social. Kenudian diikuti para tokoh lainnya missal, A.W.Small, E.A.Kirkpatrick, C.A.Elwood, Alvin Good, dan S.T.Dutton mempersoalkan pentingnya menghubungkan pendidikan dengan penglaman anak dalam keluarga dan masyarakat. Kemudian Jhon Dewey menerbitkan lagi buku Democracy and Edocation pada tahun 1916, lebih mendorong timbulnya sosiologi pendidikan itu.
Kuliah sosiologi pendidikan pertama kali diberikan oleh Henry Suzallo pada tahun 1910 di Teacher College, University Columbia. Tetapi baru pada tahun 1917 terbit buku sosiologi pendidikan yang pertama kali karya Walter R. Smith dengan judul Introduction to Educational Sociology. Pada tahun 1916 di universitas New York dan Columbia didirikan jurusan sosiologi pendidikan. Pada tahun 1928 terbitlah the journal of educational sociology dibawah pimpinan E.George Payne. Majalah social education mulai terbit dalam tahun 1936. Sejak tahun 1940 dalam Review of Educational Research dimuat artikel-artikel yang mempunyai hubungan dengan sosiologi pendidikan.
Di Indonesia sendiri, pada tahun 1967, mata kuliah Sosiologi pendidikan untuk pertama kalinya dicantumkan dalam kurikulum Jurusan Didaktik dan Kurikulum, Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Yogyakarta.

Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
            Masalah-masalah pokok yang diselidiki sosiologi pendidikan antara lain meliputi :
1.      Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat sebagai berikut :
a.       Fungsi pendidikan dalam kebudayaan.
b.      Hubungan antara system pendidikan dengan proses control social dan system kekuasaan.
c.       Fungsi system pendidikan dalan proses perubahan sosiak dan kultural.
d.      Hubungan pendidikan dengan system tingkat atau status social.
e.       Fungsi system pendidikan formal bertalian dengan kelmpok rasial, cultural dan sebagainya.
2.      Hubungan antar manusia di dalam sekolah
a.       Hakikat kebudayaan sekolah sejauh ada perbedaan dengan kebudayaan di luar sekolah.
b.      Pola interaksi social atau struktur masyarakat sekolah.
3.      Pengaruh sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak di sekolah
a.       Peranan social guru-guru.
b.      Hakikat kepribadian guru-guru terhadap prilaku anak.
c.       Fungsi sekolah dalam sosialisasi peserta didik.
4.      Sekolah dalam masyarakat
a.       Pengaruh masyarakat terhadap kebijakan sekolah.
b.      Analisis proses pendidikan yang terdapat pada sistem-sistem social dalam masyarakat luar sekolah.
c.       Hubungan antara sekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan.
d.      Faktor-faktor demogrfi dan ekologi dalam masyarakat yang bertalian dengan organisasi sekolah.

Tujuan Sosiologi Pendidikan
            Beberapa ahli seperti Francis Bacon mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara individu memperoleh dan mengorganisasi pengalamannya. Sedangkan George S. Harrington mengatakan bahwa tujuan sosiologi pendidikan adalah :
1.      To Understand the role of tehe reacher in the community and the school as an instrument of social progress and social factors affecting school.
2.      To understand the democratic ideologies, our cultures and economic and social trends in relation of both formal and informal educational agencies.
3.      To understand social forces and their effects upon individuals.
4.      To socialize the curriculum, and
5.      To use techniques of research and critical thinking to achieve these aims.
Tujuan sosiologi pendidikan diatas, bahwa masyarakat sangat menggantungkan harapan besar terhadap proses dan interaksi yang terjadi dalam dunia pendidikan. Pendidikan merupakan instrument peningkatan kemajuan masyarakat, perkembangan ideologi, budaya dan ekonomi. Sehingga pendidikan merupakan sebuah kekuatan social sekaligus dapat digunakan untuk melakukan penelitian dan kritik terhadap upaya-upaya pencapaian sesuatu di masyarakat.
Tujuan sosiologi pendidikan pada dasarnya adalah untuk mempercepat dan meningkat pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dalam membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu dan cakap (BAB II pasal 3 ayat 1-6).
Sementara menurut S.Nasution, dikemukakan bahwa tujuan sosiologi pendidikan adalah sebagai berikut :
1.      Menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.
2.      Menganalisis perkembangan dan kemajuan social.
3.      Menganalisis status pendidikan dalam masyarakat.
4.      Menganalisis tenaga kependidikan dalam kegiatan social.
5.      Membantu menetukan tujuan pendidikan.






BAB II
PERUBAHAN SOSIAL DAN IMPLIKASI TERHADAP PENDIDIKAN

Perubahan Sosial
            Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dapat berupa perubahan yang menarik dan ada pula perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada perubahan yang lambat sekali, akan tetapi ada juga yang berjalan dengan cepat. Perubahan tersebut hanya akan dapat diketemukan seseorang yang sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tertentu.
            Dalam pandangan awam, setiap perubahan yang berlangsung di masyarakat, disebut dengan perubahan social. Apakah perubahan itu mengenai mode pakaian, alat transportasi, pertambahan penduduk, ataupun tingkah laku manusia. Pada beberapa pemikiran, membedakan yakni ada perubahan social, budaya dan perubahan peradaban.
            Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai social, norma-normaq social, pola prilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang interaksi social dan lain sebagainya.
            William F.Ogburn berusaha member suatu pengertian tertentu, walau tidak member defenisi tentang perubahan social. Dia mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan social meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsure-unsur kebudayaan material terhadap unsure-unsur immaterial. Sedangkan Kingsley Davis mengartikan perubahan social sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
            Gillin dan Gillin mengatakan perubahan-perubahan social sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideology maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Sementara Samuel Koening mengatakan bahwa perubahan social menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi karena sebab-sebab ekstren. Selo Soemarjan, mengatakan bahwa perubahan social rumusannya adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat.
Hubungan antara Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan
            Sebelum disebutkan bahwa begitu erat hubungan antara perubahan social, perubahan kebudayaan dan perubahan peradaban. Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan social merupakan bagian dari perubahan kebudayaan.
            Sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, acap kali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan social dan perubahan kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Sehingga walaupun secara teoritis dan analitis pemisahan antara pengertian-pengertian tersebut dapat dirumuskan, namun dalam kehidupan nyata, garis pemisah tersebut sukar dapat dipertahankan. Yang jelas perubahan-perubahan social dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
            Pada dewasa ini proses perubahan-perubahan social dapat diketahui dari adanya cirri-ciri tertentu, antara lain :
1.      Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya.
2.      Perubahan yang terjadi pada lembaga kemayarakatan tertentu, akan diikuti perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga social lainnya.
3.      Perubahan-perubahan social yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara karena berada didalamnya proses penyesuaianj diri. Disorganisasi akan diikuti oleh suatu reorganisasi yang mencakup pemantapan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang baru.
4.      Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja.
5.      Secara tipolgis, perubahan-perubahan social dapat dikategorikan sebagai berikut : social process, segmentation, structural change, dan changes in group structure.

Bentuk-bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan
            Perubahan social dan kebudayaan dapat dibedakan kedalam beberapa bentuk, yaitu :
1.      Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat
Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat, dinamakan evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu.
Ada beberapa teori tentang evolusi, pada umumnya dapat digolongkan kedalam beberapa kategori sebagai berikut :
a.       Unilinear theories of evolution. Teori ini pada pokoknya berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaannya) mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu, bermula dari bentuk yang sederhana, kemudian bentuk yang kompleks sampai pada tahap yang sempurna. Pelopor-pelopor dari teori tersebut antara lain Auguste, Herbert Spencer dan lain-lain.
b.      Universal theory of evolution menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidaklah perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Teori ini mengemukakan bahwa kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu. Prinsip-prinsip teori ini diuraikan oleh Herbert Spencer yang antara lain mengatakan bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogen ke kelompok yang heterogen baik sifat maupun strukturnya.
c.       Multilined theories of evolution. Teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat, misalnya, mengadakan penelitian perihal pengaruh perubahan system berburu ke pertanian atau kearah indutrialisasi.
Sementara itu perubahan-perubahan social dan kebudayaan yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar pokok kehidupan masyarakat yang lazim dinamakan revolusi. Di dalam revolusi, perubahan-perubahan yang terjadi dapat direncanakan terlebih dahulu atau tanpa perencanaan. Ukuran kecepatan suatu perubahan, sebenarnya bersifat relative, karena revolusi dapat memakan waktu yang lama.
Secara sosiologis, agar suatu revolusi dapat terjadi, maka harus dipebuhi syarat-syarat tertentu, antara lain :
a.       Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
b.      Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.
c.       Pemimpin yang dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas menjadi suatu arah gerakan.
d.      Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Tujuan tersebut sifatnya harus konkrit dan dapat dilihat oleh masyarakat. Disamping itu diperlukan juga suatu tujuan yang abstrak.
e.       Harus ada momentum yaitu saat dimana segala keadaan dan factor sudah tepat dan baik untuk memulai suatu gerakan. Apabila momentum keliru, maka revolusi dapat gagal.

2.      Perubahan Kecil dan Besar
Memang agak sedikit mengalami kesulitan ketika membatasi kedua jenis perubahan diatas, namun sebagai gambaran bahwa perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur social yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Misalnya perubahan mode pakaian, tidak berdampak pada masyarakat secara keseluruhan karena tidak mengakibatkan perubahan pada struktur atau lembaga-lembag kemasyarakatan. Sebaliknya suatu proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris, merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada masyarakat. Termasuk berbagai lembaga kemasyarakatan akan ikut terpengaruh seperti hubungan kerja, system kepemilikan, hubungan kekeluargaan dan munculnya stratifikasi social dan lain sebagainya.

3.      Perubahan yang dikehendaki dan direncanakan serta perubahan yang tidak dikehendaki dan tidak direncanakan.
Perubahan yang dikehandaki sekaligus yang direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan oleh pihak-pihak yang menghendaki perubahan tersebut terjadi didalam masyarakat. Pihak tersebut disebut agent of change, yakni komponen yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pengemban atau lebih merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Perubahan social yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan, merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehandaki, berlangsung diluar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat social yang tidak diharapkan masyarakat.
Konsep perubahan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki tidak mencakup faham apakah perubahan-perubahan tadi diharapkan atau tidak diharapkan oleh masyarakat. Mungkin suatu perubahan yang tidak dikehendaki sangat diharapkan dan diterima oleh masyarakat. Bahkan para agent of change yang merencanakan perubahan-perubahan yang dikehendaki telah memperhitungkan terjadinya perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki tersebut.
Demikian perubahan yang dikehendaki dapat timbul sebagai reaksi terhadap perubahan-perubahan social dan kebudayaan yang terjadi sebelumnya, baik yang merupakan perubahan yang dikehendaki maupun yang tidak dilehendaki. Bila sebelumnya terjadi perubahan-perubahan yang tidak dikehandaki, maka perubahan yang dikehendaki dapat ditafsirkan sebagai pengakuan terhadap perubahan sebelumnya, agar kemudian dapat diterima secara luas oleh masyarkat.


Faktor-faktor Yang Menyebabkan Perubahan Sosial dan Kebudayaan
            Pada umumnya dapat dikatakan bahwa sebab-sebab tersebut mungkin sumbernya ada yang terletak didalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri, antara lain adalah :
1.      Bertambah atau berkurangnya penduduk.
2.      Penemuan-penemuan baru akibat kemajuan IPTEK.
3.      Pertentangan (conflict) yang terjadi pada masyarakat mungkin pula menjadi sebab terjadinya perubahan social dan kebudayaan.
4.      Terjadinya pemberontakan atau revolusi.
Adapun perubahan social yang bersumber dari luar masyarakat, antara lain :
1.      Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik/geografis yang ada di sekitar manusia, seperti gempa bumi, tsunami, taufan, banjir besar dan lain sebagainya.
2.      Peperangan.
3.      Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Peran Pendidikan Dalam Menyikapi Perubahan Sosial Dalam Masyarakat
            Pendidikan adalah suatu institusi pengkonservasian yang berupaya menjembatani dan memelihara warisan-warisan budaya suatu masyarakat. Tetapi disamping berupaya melakukan konservasi, pendidikan juga mesti berupaya untuk sedapat mungkin meniadakan keppincangan kebudayaan (cultural lag) di masyarakat bersangkutan. Ini berarti , harus ada upaya di dunia pendidikan untuk menyesuaikan budaya lama dengan kondisi-kondisi baru di masyarakat. Mannheim, hendaknya proses pendidikan menampilkan perangkat nilai-nilai pengetahuan dan tekhnologi yang diperkirakan menjadi hajat masyarakat, kini dan mendatang. Yang terpenting bukanlah mengembangkan aspek intelektualitas, tetapi juga mengembangkan wawasan, minat, dan pemahaman terhadap lingkungan dan social budayanya secara konfrehensif.
            Pendidikan hendaknya bisa tampil sebagai pelayan aktif dan kreatif bagi perkembangan masyarakat. Pendidikan disamping itu berperan selaku pembentuk homogenitas, pengambangan pendidikan mustilah bertolak dari realitas social. Bahwa cita-cita pendidikan haruslah diangkat dari keadaan menyeluruh suatu masyarakat dan juga lingkungan social khusus/local. Pendidikan suatu pihak ditentukan oleh haluan nasional dan tuntutan masyarakat tetapi di lain pihak juga ikut mewarnai dan memodifikasi struktur masyarakat itu sendiri. System pendidikan juga menyiapkan sumber daya manusia yang sesuai dengan hajat dan kebutuhan masyarakat, baik dalam artian kuantitas maupun kualitas.
            Pendidikan, untuk mengadakan perubahan social mempunyai fungsi, antara lain :
1.      Melakukan reproduksi budaya.
2.      Difusi budaya.
3.      Mengembangkan analisis cultural terhadap kelembagaan-kelembagaan tradisional.
4.      Melakuakan perubahan-perubahan atau modofikasi tingkat ekonomi social tradisional, dan
5.      Melakukan perubahan-perubahan yang lebih mendasar terhadap institusi-institusi tradisional yang telah ketinggalan.
`     Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya, menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
      Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi sebagai difusi budaya (cultural diffission). Kebijaksanaan-kebijaksanaan social yang kemudian diambil tentu berdasarkan pada hasil budaya dan difusi budaya. Sekolah-sekolah tersebut bukan hanya menyebarkan penemuan-penemuan dan informasi-informasi baru tetapi juga menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai dan pandangan hidup baru.
      Funngsi pendidikan dalam perubahan social dalam rangka meningkatkan kemampuan analisis kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru tentang cara berfikir manusia. Pengaruh dalam upaya pengembangan berfikir kritis dapat memberikan mpdifikasi perubahan hierarki social ekonomi.
      Jelaslah bahwa system pendidikan senantiasa saling berinteraksi dan saling pengaruh mempengaruhi dengan system lainnya di masyarakat. Terutama garis politik suatu bangsa dan Negara. Selaku institusi pendidikan dipandang dan ditantang untuk menggunakan momentum perkembangan masyarakat untuk menunjukkan kebolehannya selaku agen pembaharuan dan juru selamat dalam perubahan sosial.




BAB III
KONTROL SOSIAL

Konsep Kontrol Sosial
            Kontrol social sebenarnya sudah ada semenjak awal kehidupan manusia. Pada bentuk pergaulan hidup yang paling sederhana, kontrol social merupakan sarana untuk mengorganisasikan prilaku social dan budaya. Sejak lahir sampai mati, manusia dikenakan pada control social secara relatif baru disinggung dalam hasil-hasil karya Plato dan Auguste Comte, serta dijelaskan oleh Lester F.Ward (dalam bukunya yang berjudul Dynamic Sociology yang terbit pada tahun 1883).
            Kontrol social sering diartikan sebagai pengendalian social, karena control social tidak hanya berfungsi sebagai pengontrol individu atau masyarakat dalam melaksanakan norma-norma yang sudah ada, tetapi juga berfungsi sebagai pengendali tingkah laku mereka, bahkan sebagai pembentuk lingkungan masyarakat yang sesuai dengan norma-norma masyarakat. Kontrol social berarti bahwa usaha maksimal yang dilakukan seseorang dalam rangka mengawasi, meneliti atau memeriksa hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat.
            Ary H.Gunawan mengartikan control social sebagai suatu pengawsan atau pengendalian  yang dilakukan masyarakat terhadap tingkah laku individu berupa control psikologis dan non fisik, agar ia bersikap dan berindak sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarkat tersebut. Sedangkan Joseph S.Roucek, dalam bukunya Social Control menyatakan bahwa control social adalah a collective term for processes, planned or implanned, byb which individuals aare tuoght, persuaded, or complelled to confirm to the usages and live-values of groups. Sedangkan S.Nasution mengartikannya dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, control social adalah setiap usaha dari seseorang atau suatu pihak untuk mengatur kelakuan orang lain. Sedangkan dalam arti sempit, control social adalah pengendalian eksternal atas kelakuan individu oleh orang lain ynag memegang otoritas atau kekuasaan.
            Untuk masyarakat umum, baik yang homogen seperti di pedesaan maupun heterogen seperti di perkotaan, control social akan lebih efektif apabila diterapkan melalui pendekatan moral dan cultural. Begitu pula halnya dalam keluarga. Sementara untuk masyarkat yang berada dalam lingkungan organisasi atau institusi, maka control social tersebut akan lebih tepat dilakukan melalui pendekatan organisasi managemen, karena dengan pendekatan semacam ini, para anggotanya lebih bisa menerima dan memudahkan mereka paham akan kondisi dan gejala yang ada.

Implikasi Kontrol Sosial
            Berdasarkan konsep diatas, maka dalam proses control social harus ada subjek, norma-norma, alat dan media untuk efektifitas control, objek yang dituju, metode dan tujuan yang ingin dicapai dari control social tersebut.
a.       Subjek Kontrol Sosial
Kontrol social dapat dilakuakan oleh individu, kelompok, atau masyarakat. Pengontrolan yang dilakukan oleh individu terjadi dalam keluarga, sebuah lembaga social, pendidikan, politik dan pemerintahan. Sementara control social yang dilakukan oleh masyarakat biasanya berjalan secara alami melalui tradisi dan adat istiadat serta agama.
Menurut Koentjaningrat, dalam upaya control social, selalu terlibat dengan kebudayaan. Permasalahan masyarakat berarti mencakup kebudayaan, dimana cakupannya sangat luas, sehingga untuk kepentingan analisis, kebudayaan ini perlu dipecah lagi kepada unsur-unsur yang universal, dan merupakan unsure-unsur yang pasti bisa didapatkan disemua kebudayaan di dunia. Unsure-unsur universal ini sekalian merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia, yaitu :
Ø  System religi dan upacara keagamaan.
Ø  System dan organisasi kemasyarakatan.
Ø  System pengetahuan.
Ø  Bahasa.
Ø  Kesenian.
Ø  System mata pencaharian hidup.
Ø  System tekhnologi dan peralatan.

Kebudayaan juga membagi kepada tiga wujud, yaitu :
Ø  Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma, peraturan dan sebagainya.
Ø  Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
Ø  Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

b.      Norma-norma Sosial
Jika dalam proses pembalajaran yang ditransfer adalah sejumlah pengetahuan, maka dalam proses control social, materi yang disosialisasikan adalah norma. Norma adalah ukuran-ukuran untuk menentukan sesuatu yang dipakai sebagai tolak ukur yang tidak boleh diubah dalam suatu masyarakat. Lebih jauh norma merupakan aturan-aturan dengan sanksi-sanksi yang dimaksudkan untuk mendorong perorangan, atau masyarakat secara keseluruhan untuk mencapai nilai-nilai social. Pada dasarnya norma social yang ada dalam masyarakat dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu  volkway (norma kelaziman), mores (norma kesusilaan), norma hukum, dan mode (fashion).

c.       Alat dan Media Kontrol Sosial
Alat-alat yang dipergunakan untuk melaksanakan control social beraneka ragam, namun pada hakikatnya dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk yakni bentuk nformal dan informal.
1.      Formal Social Control Means
Formal Social Control Means adalah hukum tertulis atau perundangan-undangan kekuatan hokum yang bersifat resmi dan  mengikat hokum. Alat-alat formal ini bersifat positif yang berbentuk formal antara lain : hokum agama, monetary payment, jabatan, hak dan kewajiban klaim media massa. Sedangkan yang bersifat negative contohnya : pemecahan hokum penjara, hokum public, denda dan sebagainya.
2.      Informal Social Control Means
Informal Social Control Means merupakan hukum yang tidak tertulis dan tidak resmi, tekadang berwujud spontanitas dan kebetulan. Alat-alat informal ini juga tidak ada yang positif dan yang negatif. Contohnya yang positif antara lain : pujian, hadiah, senyum dan sebagainya. Sedangkan yang negative seperti cemoohan, diskriminasi, gossip, penganiayaan, dan sebagainya.

d.      Sasaran dan Tujuan Kontrol Sosial
Sasaran control social secara umum adalah masyarakat secara keseluruhan, dan secara khusus adalah kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, keluarga, dan individu. Namun bentuk control yang diterapkan dalam masyarakat, keluarga, dan individu boleh jadi berbeda satu sama lain.
Proses social yang terjadi di masyarakat akan membawa dampak perubahan social sebagai akibat dari perkembangan dan kemajuan peradaban. Untuk antisipasi hal tersebut, perlu dilakukan control social, sebab control social memiliki peranan penting dalam pembentukan keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Hal tersebut sekaligus merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam control social.
Kimball Young berpendapat bahwa, tujuan control social adalah agar terjadi konfirmitas dan kesinambungan dari suatu kelompok tertentu. S.Nasution menegaskan bahwa tujuan control social tersebut bermacam-macam. Pada satu pihak menginginkan perubahan, pembangunan perluasan mobilitas social, di lain pihak ada usaha untuk mempertahankan status quo dan melestarikan norma-norma budaya yang ada. Sementara Ary H.Gunawan mengatakan bahwa hasil yang akan dicapai dengan adanya control social yaitu terjadinya kelangsungan kehidupan kelompok, terjadinya integritas di dalam masyarakat dan terjadinya proses pembentukan kepribadian sesuai dengan kelompok masyarakat.

e.       Metode Kontrol Sosial
Proses control social memiliki berbagai macam metode dalam penerapannya, namun pada dasarnya metode tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua macam. Pertama, metode peersuasif atau dengan tanpa cara kekerasan. Kedua metode koersif atau dengan cara paksaan atau kekerasan. Penerapan metode tersebut sangat tergantung pada factor-faktor yang mempengaruhinya. Terhadap masyarakat yang relatif tentram, cara-cara persuasif lebih cepat diterapkan. Untuk masyarakat yang telah jauh berubah dan mengalami pergeseran nilai yang drastic, maka cara-cara kekerasan lebih sesring diperlukan. Namun bukan berarti cara koersif tidak bisa diterapkan pada masyarakat yang drastis tentram atau sebaliknya.
Dari sudut sifatnya, control social ada yang preventif dan ada yang represif. Preventif merupakan suatu usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada keserasian antara kepastian dengan keadilan. Sedangkan usaha-usaha yang represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian di antara orang-orang yang mengalami gangguan. Usaha-usaha preventif misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal dan informal. Sedangkan usaha-usaha represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap warga masyarakat yang melanggar kaidah-kaidah yang berlaku.
Ada lima hal penting yang menyebabkan melemahnya control social yang terjadi dalam masyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh Astrid S Susanto yang mengutip pendapat Walter T.Martin yaitu :
1.      Ketidak sepahaman anggota kelompok tentang tujuan social yang hendak dicapai yang semula menjadi pegangan kelompok.
2.      Norma-norma social tidak membantu anggota masyarakat lagi dalam mencapai tujuan yang telah disepakati.
3.      Norma-norma dalam kelompok dan yang dihayati oleh kelompok bertentangan satu sama lain.
4.      Sanksi sudah menjadi lemah bahkan sanksi tidak dilaksanakan dengan konsekuensi lagi.
5.      Tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.


BAB IV
PENDIDIKAN DAN HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK SOSIAL

Konsep Pendidikan
            Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang sistematis dalam upaya memanusiakan manusia. Sosiologi pendidikan merupakan ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan,baik struktur, ataupun asspek-aspek lainnya scara mendalam melalui anlisis atau pendekatan sosiologis. Salah satu pokok pembahasan sosiologi pendidikan menurut Nasution (1994) adalah hubungan antar manusia dalam sekolah,mencakup didalam nya pola interaksi social dan struktur masyarakat sekolah.
            Kamanto Sunarto (2004) menjelaskan keterkaitan antara pendidikandan hubunggan antar kelompok.keilmuan dan kearifan individu melalui tempaan pendidikan dan memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan antar kelompok.
            Hasbullah (2007:02) menyabutkan beberapa pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli sebagai berikut:
1.      Langeveld
      Pendidikan adalah setiap usaha,pengaruh,perlindungan,dan bantuan yang diberikan anakkepada anak tertuju kepada anak itu.
2.      John Deway
      Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesame manusia.
3.      J.J.Rousseau
      Pendidikan adalah memberikan perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak,akan tetapi kita akan membutuhkannya pada waktu dewasa.
4.      Driyakarya
      Pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insane.
5.      Carter V.Good
      Pendidikan adalah seni, praktik, atau profesi sebagai pengajar. Ilmu yang sistematis yan berhubungan dengan prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan dan bimbingan murid.
6.      Ahmad D.Marimba
      Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan  jasmani dan rohani si terdidik mennuju terbentuknya kepribadian utama.
7.      Ki Hajar Dewantara
      Pendidikan adalah tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak-anak.
8.      Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989
      Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
9.      Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003
      Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keterampilan, kecerdasan,akhalak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
            Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang terencana dan tersistematis dalam memanusiakan manusia.

Dinamika Kelompok Sosial dalam Masyarakat
            Secara sosiologis, istilah kelompok mempunyai pengertian sebagai suatu kumpulan dari orang-orang yang mempunyai hubungan dan berinteraksi, dimana dapat mengakibatkan tumbugnya perasaan bersama.
            Beberapa defenisi kelompok :
1.      Joseph S.Roucek
      Suatu kelompok meliputi dua atau lebih manusia yang di antara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang dapat dipahami oleh para anggotanya atau orang lain.
2.      Mayor Polak
      Kelompok social adalah suatu group, yaitu sejumlah orang yang ada antara hubungan satu sama lain yang bersifat sebagai sebuah struktur.
3.      Wila Huky
      Kelompok merupakan suatu unit yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang saling berinteraksi.
            Kelompok social (social game) merupakan suatu himpunan atau suatu kesatuan-kesatuan manusia-manusia yang hidup bersama,yang disebabkan oleh adanya hubungan antara mereka yang menyangkut hubungan timbal-balik yamg saling mempengaruhi dan adanya kesadaran untuk saling tolong menolong.
            Dari beberapa definisi diatas,dapatdisimnpulkan bahwa kelompok social menurut tunjangan sosiologi adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang saling berinteraksidan terjadi hubungan timbal-balik dimana ia merasa menjadibagian dari kelompok tersebut.
            Abdul Syani (2007:105) membagi kelompok social menjadi kelompok kekereabatan,kelompok primer dan kelompok sekunder,gameinschaft dan gessellschaft,kelompok formal dan nonformal,dan membership group dan reference group
            Kamanto Sunarto (2004:137) secara ringkas menyebutkan berbagai klasifikasi kelompok social dari beberapa pakar. Biersted membedakan empat jenis kelompok social berdasarkan ada tidaknnya organisasi, hubunngan social di antara anggota kelompok, dan kesadaran jenis. Menurut Merton, kelompok merupakan sekelompok orang yang saling berinteraksi sesuai dengan pola yang telah mapan.
            Durkheim membedakan antara kelompok yang didasarkan pada solidaritas mekanik, dan kelompok yang didasarkan pada solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan cirri yang menandai masyarakat yang masih sederhana, sedangkan solidaritas organic  merupakan bentuk solidaritas yang sangat kompleks. Tonnies mengadakan pembedaan antara dua jenis kelompok, yang dinamakan gemeinschaft dan gesellschaft. Gemeinschaft digambarkan sebagai kehidupan brsama yang intim, pribadi, dan eksklusif, suatu keterikatan yang dibawa sejak lahir dan dibagi dalam tiga jenis : gemeinschaft by blood, gemeinschaft of place, and gemeinschaft of mind. Gellschaft merupakan kehidupan public, yang terdiri atas orang yang kebetulan hadir bersama tetapi masing-masing tetap mandiri dan bersifat sementara dan semu. Cooley memperkenalkan konsep kelompok primer. Sebagai lawannya, sejumlah ahli sosiologi menciptakan kelompok skunder. Klasifikasi lain, yaitu kelompok dalam dan kelompok luar, didasarkan pada pemikiran Summer. Summer mengemukakan bahwa di kalangan anggota kelompok dalam dijumpai persahabatan, kerja sama, keteraturan, dan kedamaian. Sedangkan hubungan antara kelompok dalam dan kelompok luar cenderung ditandai kebencian, permusuhan, perang dan perampokan.
            Merton mengamati bahwa kadang-kadang prilaku seseorang tidak mengacu pada kelompoknya yang didalamnya ia menjadi anggota, melainkan pada kelompok lain. Proses ini diberi nama sosialisasi antisipatoris. Persons memperkenalkan perangkat variable pola. Menurut persons variable pola merupakan seperangkat dilema universal yang dihadapi dan harus dipecahkan seorang pelaku dalam situasi social. Menurut Geertz pembagian masyarakat yang ditelitinya ke dalam tiga tipe budaya ini didasarkan atas perbedaan pandangan di antara mereka.
            Menurut Weber dalam masyarakat modern kita menjumpai suatu system jabatan yang dinamakan birokrasi. Organisasi birokrasi yang oleh Weber mengandung sejumlah prinsip. Prinsip tersebut hanya dijumpai pada birokrasi yang oleh Weber disebut tipe ideal, yang tidak akan kita jumpai dalam masyarakat.

Bentuk-bentuk Kelompok Sosial Menurut Para Ahli :
1.      In Group dan Out group
      Summer membedakan antara in group dan out group. In Group merupakan kelompok social yang dijadikan tempat oleh individu-individunya untuk mengidentifikasikan dirinya. Out Group merupakan kelompok social yang oleh individunya diartikan sebagai lawan In Group.
2.      Kelompok Primer dan Skunder
      Charles Horton Cooley mengemukakan tentang kelompok primer yang ditandai dengan cirri-ciri saling mengenal antara anggota-anggotanya, kerja sama yang erat dan bersifat pribadi, interaksi social dilakukan secara tatap muka. Kelompok skunder adalah kelompok social yang terdiri dari banyak orang, antara siapa hubungannya tidak perlu berdasarkan pengenalan secara pribadi dan juga sifatnya tidak begitu langgeng.
3.      Gemainschaft dan Gesellchaft
      Ferdinand Tonnies mengemukakan tentang hubungan antara individu-individu dalam kelompok social sebagai Gemainschaft (paguyuban) dan Gesellschaft (patembayan). Gemainschaft merupakan bentuk-bentuk kehidupan di mana para anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat ilmiah, dan kekal. Gesellschaft merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu tertentu atau bersifat kontraktual.
4.   Kelompok Formal dan Informal
      J.A.A Van Doorn membedakan kelompok Formal dan Informal. Kelompok Formal mempunyai peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan oleh para anggotanya untuk mengatur hubungan mereka. Kelompok Informal tidak mempunyai struktur atau organisasi tertentu. Kelompok ini terbentuk karena pertemuan berulang-ulang.
5.   Membership Group dan Reference Group
      Robert K. Merton membedakan kelompok membership dengan kelompok reference. Membership merupakan kelompok yang para anggotanya tercatat secara fisik sebagai anggota, sedangkan reference merupakan kelompok social yang dijadikan acuan oleh individu-individu yang tidak tercatat dalam anggota kelompok tersebut untuk membentuk kepribadiannya.

Kelompok Teratur dan Tidak Teratur
            Kelompok teratur merupakan kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja diciptakan anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar mereka.
            Ciri-ciri kelompok teratur :
a.       Memilki identitas kolektif yang tegas.
b.      Memiliki daftar anggota yang rinci.
c.       Memiliki program kegiatan yang terus menerus.
d.      Memiliki prosedur keanggotaan.
Kelompok tidak teratur merupakan kelompok yang tidak mempunyai struktur atau organisasi tertentu. Kelompok ini terbentuk karena pertemuan yang berulang-ulang.

Ciri-ciri dan Karakteristik Masyarakat Kota dan Masyarakat Desa
            Masyarakat Kota :
            Ciri-ciri :
1.      Pengaruh alam terhadap masyarakat kota kecil.
2.      Mata pencahariannya sangat beragam.
3.      Corak kehidupan sosialnya bersifat gesselchaft.
4.      Keadaan penduduk dari status sosialnya sangat heterogen.
5.      Stratifikasi dan diferensiasi social sangat mencolok.
6.      Interaksi social kurang akrab dan kurang peduli terhadap lingkungannya.
7.      Keterkaitan terhadap tradisi sangat kecil.
8.      Masyarakat kota umumnya berpendidikan lebih tinggi, rasional, menghargai waktu, kerja keras, dan kebebasan.
9.      Jumlah warga kota lebih banyak, padat, dan heterogen.
10.  Pembagian dan spesialisasi kerja lebih banyak dan nyata.
11.  Kehidupan social ekonomi, politik dan kebudayaan amat dinamis.
12.  Masyarakatnya terbuka, demokratis, kritis, dan mudah menerima unsure-unsur pembaharuan.
13.  Pranata sosialnya bersifat formal sesuai dengan peraturan yang berlaku.
14.  Memiliki sarana-prasarana dan fasilitas kehidupan yang sangat banyak.

Adapun karakteristik masyarakat kota ialah sebagai berikut :
1.       Anonimitas, kebanyakan warga kota menghabiskan waktunya di tengah-tengah kumpulan manusia yang anonim.
2.       Jarak social, secara fisik orang-orang dalam keramaian, akan tetapi mereka hidup berjauhan.
3.       Keteraturan, keterturan kehidupan kota lebih banyak diatur oleh aturan-aturan legal rasional.
4.       Keramaian, (Crowding), keramaian berkaitan dengan kepadatan dan tingginya tingkat aktivitas penduduk kota.
5.       Kepribadian Kota Sorokh, Zimmerman, dan Louis Wirth menyimpulkan bahwa kehidupan kota menciptakan kepribadian kota, materealistis, berorientasi, kepentingan, berdikari, impersonal, tergesa-gesa, interaksi social dangkal, manifulatif, insekuritas dan disorganisasi pribadi.
Ciri-ciri Masyarakat Pedesaan :
Menurut Landis, terdapat beberapa karakteristik masyarakat desa, antara lain :
1.      Letaknya relative jauh dari kota dan bersifat rural.
2.      Lingkungan alam masih besar peranan dan pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat pedesaan.
3.      Mata pencaharian bercorak agraris dan relative homogeny.
4.      Corak kehidupan sosialnya bersifat gemainschaft.
5.      Keadaan penduduk, tingkat ekonomi, pendidikan dan kebudayaannya relative homogen.
6.      Interaksi social antar warga desa lebih intim dan langgeng serta bersifat familistik.
7.      Memiliki keterkaitan yang kuat terhadap tanah kelahirannya dan tradisi-tradisi warisan leluhurnya.
8.      Masyarakat desa sangat menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebersamaan, gotong royong, kekeluargaan, solidaritas, musyawarah, kerukunan dan keterlibatan social.
9.      Jumlah warganya relative kecil dengan penguasaan IPTEK relative rendah.
10.  Pembagian kerja dan spesialisasi belum banyak dikenal.
11.  Kehidupan social kebudayaan bersifat statis, dan monoton dengan tingkat perkembangan yang lamban.
12.  Masyarakatnya kurang terbuka, kurang kritis, pasrah terhadap nasib, dan sulit menerima unsure-unsur baru.
13.  Memiliki system nilai budaya yang mengikat dan dipedomi warganya dalam melakukan interaksi social.

Karakteristik Masyarakat Pedesaan :
1.      Umumnya mereka curiga terhadap orang luar yang masuk.
2.      Para orang tua umumnya otoriter terhadap anak-anaknya.
3.      Cara berfikir dan sikapnya konservatif dan statis.
4.      Mereka amat toleran terhadap nilai-nilai budaya sendiri, sehingga kurang toleran terhadap budaya lain.
5.      Adanya sikap pasrah menerima nasib dan kurang kompetitif.
6.      Memiliki sikap udik dan isolative serta kurang komunikatif dengan kelompok social di atasnya.

Pengaruh Pendidikan Terhadap Status Sosial Individu Dalam Suatu Kelompok
            Status dalam bahasa Indonesia sama artinya dengan “posisi” atau “kedudukan”. Tetapi maknanya jelas berbeda. Status berhubungan dengan stratifikasi social. Sedangkan posisi berhubungan dengan situasi. Menurut Raphh Linton kemungkinan seseorang dalam memperoleh status ada dua macam :
Ø  Ascribed status, ialah status yang diperoleh dengan sendirinya oelh seseorang anggota masyarakat. Contohnya seorang anak raja langsung menjadi bangsawan.
Ø  Achieved status, ialah kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha yang disengaja. Misalnya sarjana untuk kelulusan S1, magister untuk S2, doctor untuk S3, dan seterusnya.
Mayor Polak menyatakan bahwa status ialah kedudukan sosial seseorang dalam kelompok serta dalam masyarakat. Status mempunyai dua aspek :
Ø  Aspek stabil, yakni yang bersifat hirarki yang mengandung perbandingan tingkat rendah secara relative terhadap status-status lai.
Ø  Aspek dinamis, yakni peranan seseorang yang berkaitan dengan social yang berkaitan dengan status tertentu, yang diharapkan dari seseorang yang menduduki suatu status tertentu.
Ralph Linton menjelaskan bahwa status memiliki dua arti, yaitu :
Ø  Dalam pengertian abstrak, status ialah suatu posisi dalam pola tertentu.
Ø  Dilihat dari arti lainnya, status dapat dikatakan sebagai kumpulan hak-hak dan kewajiban.
Dari penjelasan di atas, perlu digarisbawahi bahwa pendidikan merupakan saluran mobilitas social. Jadi pendidikan dapat menentukan status seorang individu dalam suatu kelompok. Masyarakat atau kelompok akan memposisikan individu tersebut sesuai tingkatan pendidikannya. Meskipun tidak dapat dipungkiri, jenjang pendidikan belum dapat mewakili kearifan dan keilmuan seseorang. Tetapi paling tidak, jenjang pendidikan dapat menjadi ciri individu yang satu dengan yang lain untuk kemudian menempatkan status mereka dalam suatu kelompok atau masyarakat.

Sekolah Sebagai Suatu Organisasi
            Organisasi merupakan unit social yang dengan sengaja dibentuk dan dibentuk kembali untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Sekolah dengan sengaja diciptakan dalam arti bahwa pada saat tertentu telah diambil suatu keputusan untuk mendirikan sebuah sekolah guna memudahkan pengajaran sejumlah mata pelajaran yang beraneka ragam. Sekolah juga dibentuk kembali, dalam arti bahwa setiap orang-orang berhubungan satu sama lain dalam konteks sekolah.
Secara umum mengenai sekolah sebagai organisasi mungkin merupakan petunjuk bahwa hal ini kita hanya berhadapan dengan suatu khayalan sosilogi belaka. Kompleksitas lembaga-lembaga pendidikan adalah demikian rupa sehingga tidak ada teori umum yang dapat menggambarkan nuansa dan kekhasan lembaga-lembaga yang unik tanpa menimbulkan kesan dangkal dan sepele.

Struktur Hubungan Antar Kelompok di Sekolah
            Menurut penulis, kelompok dalam sekolah dapat dikategorikan berdasarkan pada :
1.      Status social orang tua murid
2.      Hobi/minat/kegemaran
3.      Intelektualitas
4.      Jenjang kelas
5.      Agama
6.      Asal daerah
Factor-faktor yang mendasari manusia berkelompok :
1.      Adanya persamaan senasib
2.      Tujuan yang sama
3.      Ideology yang sama
4.      Musuh bersama
5.      Suku bangsa yang sama atau etnik
Masalah-masalah Yang Muncul Dalam Hubungan Antar Kelompok Di Sekolah
            Sebagai sebuah komunitas social, sekolah juga tidak akan luput dari masalah dalam hubungan antar kelompok. Masalah tersebut antara lain adalah gap atau kesenjangan antar kelompok. Stigma kelompok minoritas sering muncul dipermukaan, dimana kelompok dalam kuantitas yang sedikit cenderung diabaikan baik secara fisik maupun kebijakan. Kecemburuan dan persaingan tidak sehat antar kelompok juga dapat memicu timbulnya masalah antar kelompok di sekolah. Istilah gang menjadi trend anak sekolah saat ini. Gang adalah representasi dari kelakuan siswa dalam lingkungan pergaulannya di sekolah. Ikatan psikologis-emosional sering menyebabkan terjadinya perkelahian antar pelajar meskipun hanya karena persoalan sepele. Hal ini dapat dimaklumi dari tinjauan psikologis dimana perkembangan peserta didik dimasa itu merupakan babak pencarian jati diri sehingga tidak stabil, emosional, dan mau menang sendiri.

Upaya Pendidikan Dalam Mengatasi Masalah Yang Muncul Dalam Hubungan Antar Kelompok Di Sekolah
            Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengatasi masalah yang muncul dalam hubungan antar kelompok. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Pemberian informasi, diskusi kelompok, hubungan pribadi, dan sebagainya.
2.      Memberikan informasi tentang sumbangan minoritas kepada kelompok.
3.      Menanamkan nilai-nilai toleransi antar siswa.
4.      Membuka kesempatan seluas-luasnya untuk mengadakan hubungan antara murid-murid dari berbagai golongan.
5.      Menggunakan teknik bermain peranan atau sosiodrama.
6.      Menggalakkan kegiatan ekstrakurikuler.



BAB V
PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL

Sebuah Pendahuluan
            Masyarakat manusia terdiri dari beragam kelompok-kelompok orang yang ciri-ciri pembedanya bisa berupa warna kulit, tinggi badan, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, kepercayaan agama atau politik, pendapatan atau pendidikan. Pembeda ini sering kali dilakukan bahkan mungkin diperlukan.
            Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, kenyataan itu adalah ketidaksamaan. Beberapa pendapat sosiologis mengatakan dalam semua masyarakat dijumpai ketidak samaan diberbagai bidang. Pembedaan anggota masyarakat ini dalam sosiologi dinamakan stratifikasi social. Stratifikasi social digunakan untuk menunjukkan ketidaksamaan dalam masyarakat manusia. System stratifikasi menurut sufatnya dapat digolongkan menjadi stratifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup.

Kelas dan Stratifikasi
Karl Marx
            Seseorang yang mengguncangkan dunia dengan analisisnya yang tajam dan akurat tentang keadaan manusia di era kapitalisme. Pembedahan atau situasi ekonomi dan politik yang dilakukannya dalam kondisi pelarian politik dan kematian tragis anak-anaknya. Tak ada ungkapan yang tepat selain revolusioner baginya. Lahir di Jerman pada tangal 5 mei 1818.
            Seluruh pemikiran Karl Marx berdasarkan bahwa pelaku-pelaku utama dalam masyarakat adalah kelas-kelas social. Salah satu kesulitan dalam teori kelasnya Marx adalah ia tidak pernah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan “kelas”. Lenin mendefinisikan kelas sebagai berikut :
            “classes are large groups of people differing from each other by the place they occupy in a historically determined system of social production, by their relation (in most cases fixed and formulated in law) to the means of production, by their role in the social organization of labour, and, consequently, by the dimensions and mode of acquiring the share of social wealth of which can appropriate the labour of another owing to the different places they occupy in a definite system of social economy”.
Asal Mula Kelas
            Dalam hokum perkembangan masyarakat Marx berdasarkan salah satu ajarannya tentang materialism histories, pada awalnya tidak ada kelas dalam masyarakat yaitu pada jaman komunal primitive. Pada saat ini kerja awalnya dibedakan antara laki-laki dan perempuan, lalu dibedakan atas dasar kelompok-kelompok usia yang berbeda. Lalu berkembang pada kekhasan pekerjaa rutin yang dilakukan oleh komunitas penanam, peternak, dan pemburu. Setelah jaman komunal primitive berangsur-angsur pudar, banyak hal yang menjadi penyebab hal ini terjadi, selain keharusan sejarah.
            Kemunculan kelas-kelas social ini terjadi akibat dari pembagian kerja secara social, disaat kepemilikan pribadi atas alat produksi menjadi sebuah kenyataan. Marx melakukan stratifikasi terhadap masyarakat berdasarkan dimensi ekonimi, dimanan hal yang paling pokok menurut ia adalah kepemilikan terhadap alat produksi.

Max Weber
            Lahir di Jerman pada tahun 1864. Belajar ilmu hokum di Universitas Berlin dan Universitas Heidelberg, selepas studinya ia bekerja sebagai dosen ilmu hokum di Universitas tempat ia belajar dulu. Max Weber termasuk diantara salah satu sosiolog yang tidak sepakat dengan penggunaan dimensi ekonomi semata-mata untuk menentukan stratifikasi social.
            Kelas menurut Max Weber adalah sejumlah orang yang mempunyai persamaan dalam hal peluanh untuk hidup. Peluang untuk hidup orang tersebut ditentukan oleh kepentingan ekonomi berupa penguasaan atas barang serta kesempatan untuk memperoleh penghasilan dalam pasaran komoditas. Sebagai akibat dari dipunyainya persamaan untuk menguasai barang dan jasa sehingga diperoleh penghasilan tertentu, maka orang yang berada di kelas yang sama mempunyai persamaan yang dinamakan situasi kelas.

Erik Olin Wright
            Sosiolog dari Amerika ini telah membangun teori kelas kombinasi dari pendekatan Marx dan Weber. Sulit rasanya untuk menulis tentang ilmuan social yang satu ini, sebab Wright sendiri tidak pernah mendefinisikan kelas menurut dia sendiri, dan masih jarang ditemui. Dari berbagai tulisannya tentang sosiologi Wright dapat digolongkan ke kelompok Neo Marxis. Tulisannya tentang kelas dapat banyak ditemukan di Internet. Menurut Wright : “According to Wright, there are three dimensions of control economic recoursces in modern capitalist production, and these allow us to identify the major classes which exist”
1.      Control over investments or money capital.
2.      Control over the physically means of production.
3.      Control over labour power.
Ketiga point diatas seluruhnya diakui oleh kelas kapitalis, sedangkan kelas pekerjanya sendiri tidak menguasai satu pun dari tiga hal diatas. Padahal menurut Marx bahwa point pertama dan kedua diatas dihasilkan dari point ketiga.

Kemiskinan dan Eksklusi Sosial
            Urbanisasi sebagai salah satu implikasi dari pertumbuhan penduduk menjadi salah satu factor dari kemiskinan. Harapan akan hidup lebih baik yang dibawa dari daerah asalnya ketempatnya yang baru. Namun di tempatnya yang baru harapannya tidak juga terpenuhi. Akhirnya ditempat baru ini hanya kemiskinan dan hidup yang tak terjamin dengan penghasilan yang tidak tetap dibawah standar guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
            Kemiskinan yang diderita orang-orang adalah karena eksklusi social dari Negara dan kelas dalam masyarakat. Seperti yang diketahui bahwa penyediaan kebutuhan public, seperti air minum, listrik, pendidikan, pekerjaan. Oleh Negara tidak dilakukan, bahkan pengakuan sebagai penduduk pun tidak diberikan kepada mereka. Akibat dari hilagnya akses-akses seperti inilah yang juga menyebabkan kenapa kemiskinan masih saja tetap ada bahkan cenderung kea rah pemerataan kemiskinan.

Stratifikasi Sosial / Pelapisan Sosial
            Dalam suatu masyarakat, orang yang memiliki harta berlimpah lebih dihargai daripada orang yang miskin. Demikian pula orang yang lebih berpendidikan lebih dihargai daripada yang kurang berpendidikan. Atas dasar itu, kemudian masyarakat dikelompokkan secara vertical sehingga membentuk lapisan-lapisan social tertentu dengan kedudukannya masing-masing.
            Beberapa definisi stratifikasi sosial :
1.      Pitirim A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi social sebagai perbedaa penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang terusun secara bertingkat.
2.      Max Weber mendefenisikan stratifikasi social sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu system social tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.
3.      Cuber mendefinisikan stratifikasi social sebagai suatu pola yang di tempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.
Stratifikasi social adalah dimensi vertical dari struktur social masyarakat, dalam artian melihat perbedaan masyarakat berdasarkan lapisan yang ada.
Terjadinya stratifikasi social dalam masyarakat dikarenakan sesuatu yang dihargai dalam masyarakat jumlahnya terbatas, akibatnya distribusinya di dalam masyarakat tidaklah merata. Mereka yang memperoleh banyak menduduki kelas atas dan mereka yang tidak memperoleh menduduki kelas bawah. Barang sesuatu yang dihargai tersebut menurut Paul B Horton dan Chester L Hunt (1989 : 7-12) diantaranya :
Ø  Kekayaan dan penghasilan
Kekayaan dan penghasilan adalah dua hal yang berkaitan erat, dimana penghasilan banyak kekayaannya juga kan meningkat. Mereka yang kaya da memiliki penghasilan yang besar akan menduduki kelas atas, sedangkan mereka yang miskin dan tidak berpenghasilan berada pada kelas bawah.
Ø  Pekerjaan
Pekerjaan di samping sebagai sarana dalam menghasilkan pendapatan juga merupakan status yang mengandung di dalamnya prestise (penghargaan). Jenis pekerjaan akan menentukan penghasilan seseorang dan juga penghargaan masyarakat akan seseorang yang memiliki pekerjaan.
Ø  Pendidikan
Pendidikan secara bertingkat ada dalam masyarakat kita, misalnya Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi. Penjenjangan ini sekaligus menyatakan bahwa pendidikan adalah dimensi vertical dari strarifikasi social. Mereka yang memiliki gelar S1, S2, S3 akan memiliki jenjang stratifikasi social atas dibandingkan mereka yang tamat pendidikan menengah maupun yang tamat SD dan bahkan yang tidak sekolah.
Ø  Ukuran Kekayaan
Kekayaan sebagai ukuran dalam menentukan stratifikasi social walupun ada kuantitas tetapi pada dasarnya adalah relative untuk suatu masyarakat. Ukuran kekayaan pada masyarakat pedesaan adalah luas pemilikan dan penguasaan tanah, berbeda halnya dengan masyarakat perkotaan disamping gedung yang mewah juga mobil yang mewah sebagai symbol kekayaan yang dimilikinya.
Ø  Ukuran Kekuasaan
Ukuran kekuasaan akan terkait dengan besar kecilnya dan luas sempitnya pengaruh yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya. Semakin luas dan tinggi pengaruh yang dimiliki seseorang semakin tinggi stratifikasi yang dimilikinya atau sebaliknya.
Ø  Ukuran Kehormatan
Kehormatan yang diperoleh oleh seseorang bukanlah dari dirinya, melainkan penilaian yang datang dari orang lain. Apakah seseorang dihormati atau tidak oleh orang lain sangat tergantung pada orang lain, bukan bersumber pada dirinya. Penghormatan bagi seseorang bukan muncul sesaat, melainkan melalui proses waktu dan evaluasi yang panjang.
Ø  Ukuran Ilmu Pengetahuan
·         Ukuran Formal, yaitu ijazah sebagai ukurannya. Semakin tinggi gelar atau ijazah yang dimiliki semakin tinggi strata sosialnya dan sebaliknya.
·         Ukuran Non Formal, adalah professional atau keahlian yang mereka miliki melalui keterampilan yang dia lakukan. Mereka memperoleh keahlian tersebut tidak melalui jalur formal.

Tiga Sifat Stratifikasi Sosial
            Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan social dibedakan menjadi :
a.       Stratifikasi Sosial Tertutup
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertical. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horizontal saja.
b.      Stratifikasi Sosial Terbuka
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas social, baik vertical maupun horizontal.
c.       Stratifikasi Sosial Campurans
Stratifikasi social campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka.
Perbedaan Stratifikasi Sosial dengan Status Sosial
            Status atau kedudukan yaitu posisi seseorang didalam masyarakat yang idasarka pada hak-hak dan kewajiban tertentu. Status social atau kedudukan social merupakan unsure yang membentuk terciptanya stratifikasi social, sedangkan stratifikasi social adalah pelapisan social yang disusun dari status-status social.

Tiga Lapisan Sosial dengan Dasar Kualitas Pribadi
            Pelapisan social dalam masyarakat umumnya didasarkan pada :
a.       Jenis kelamin, pada sebagian masyarakat Indonesia kedudukan laki-laki dinilai lebih tinggi daripada kedudukan wanita. Laki-laki yang menjadi kepala keluarga dihormati oleh isteri dan anak-anak mereka.
b.      Senioritas, senioritas disini dapat berarti senioritas usia maupun generasi. Kedudukan yang lebih tua lebih tinggi daripada yang muda.
c.       Keturunan, keturunan bangsawan dianggap lebih tinggi daripada keturunan rakyat jelata.

Sebab-sebab Timbulnya Stratifikasi Sosial
            Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit bahkan tidak memiliki sama sekali maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.

Dua Proses Terjadinya Stratifikasi Sosial
            Stratifikasi social terjadi melalui proses sebagai berikut :
1.      Terjadinya secara otomatis, karena factor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat dan sebagainya.
2.      Terjadinya dengan sengaja untuk tujuan bersama, biasanya dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti : pmerintahan. Partai politik, perusahaan, dan sebagainya.

Fungsi Stratifikasi Sosial
            Stratifikasi social dapat berfungsi sebagai berikut :
a.       Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif.
b.      System pertanggaan pada strata yang diciptakan masyarakat.
c.       Kriteria system pertentangan.
d.      Penentu lambing-lambang (symbol status) atau kedudukan.
e.       Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan.
f.       Alat solidaritas diantara individu-individu atau kelompok, yang menduduki system social yang sama dalam masyarakat.
Sekolah dan Mobilitas Sosial Dirancang atau tidak dirancang kehadirannya, stratifikasi social merupakan realitas social yang akan ada di masyarakat. Akan tetapi, bila kita mau membangun negeri ini secara efektif dan efisien, stratifikasi social harus dirancang, sebagaimana stratifikasi social hasil rancangan penjajah yang efektif dan efisien untuk keperluan ekonomi mereka saat itu. 









BAB VI
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN

Proses Sosialisasi
            Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sosialisasi adalah proses pembelajaran individu terhadap budaya yang berkembang di masyarakatnya agar dia dapat berperan sebagai anggota masyarakat.
            Menurut George Herbert Mead, sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a.       Tahap Persiapan
Tahap ini dilalui sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan dir untuk mengenal dunia sosialnya.
b.      Tahap Peniru
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa.
c.       Tahap Siap Bertindak
Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain bersama-sama.
d.      Tahap Penerimaan Norma Kolektif
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada masyarakat secara luas.

Menurut Charles H. Cooley
            Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia Konsep Diri seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Seseuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut :
1.      Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya paling hebat dan paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas
Kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2.      Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pendangan orang lain terhadapnya.
3.      Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Sosialisasi
            Proses perkembangan manusia sebagai makhluk social itu dipengaruhi oleh banyak factor. Menurut F.G.Robbins ada lima factor yang menjadi dasar perkembangan keperibadian itu. Kelima factor tersebut yaitu :
1.      Sifat dasar
2.      Lingkungan prenatal
3.      Perbedaan individual
4.      Lingkungan dan
5.      Motivasi
Lingkungan prenatal, adalah lingkungan dalam kandungan. Dalam periode prenatal ini individu mendapat pengaruh-pengaruh tidak langsung dari ibu. Pengaruh-pengaruh itu dapat digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu :
a.       Beberapa jenis penyakit
b.      Gangguan endoktrin
c.       Shock

Lingkungan ialah kondisi-kondisi di sekitar individu yang mempengaruhi prosese sosialisasinya. Lingkungan ini dapat dikategorikan menjadi :
a.       Lingkungan alam
b.      Kebudayaan
c.       Manusia lain dan masyarakat di sekitar individu
Menurut Louis Raths, kebutuhan-kebutuhan manusia yang penting ialah :
a.       Kebutuhan untuk bersama
b.      Kebutuhan untuk berprestasi
c.       Kebutuhan akan afeksi
d.      Kebutuhan bebas dari rasa takut
e.       Kebutuhan bebas dari rasa bersalah
f.       Kebutuhan untuk turut serta dalam mengambil keputusan
g.       Kebutuhan akan terintegrasikannya sikap, keyakinan, dan nilai-nilai.

Tujuan Sosialisasi
1.      Membekali seseorang dengan seperangkat nilai dan norma agar sikap dan prilakunya sesuai dengan harapan masyarakat.
2.      Memberikan latihan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk berintegrasi dengan sesamanya dan lingkungannya.
3.      Mengembangkan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dengan semua pihak dan melakukan mobilitas social.
4.      Melatih seseorang agar mampu mengendalikan fungsi-fungsi organiknya dan kepentingannya agar sikap dan prilakunya tidaa menyimpang dari tata nilai dan norma.

Agen Sosialisasi
            Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi, yaitu :
a.       Keluarga
Bagi keluarga inti, agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah.
b.      Teman sebaya
Teman sebaya (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu bepergian ke luar rumah.
c.       Lembaga pendidikan formal
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seoran belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian, prestasi, universalisme, dan kekhasan.
d.      Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak dan media elektronik.
e.       Agen-agen lain
Institusi agama, tetangga, organiasi rekreasional, masyarakat, dab lingkungan pekerjaan.



























BAB VII
KELUARGA DAN PENDIDIKAN SOSIALISASI

Batasan Keluarga
            Beberapa batasan pengertian diberikan, bahwa keluarga adalah group of two or more person residing together who are related blood, marriage, or adoption. Atau “..a family is a group og interacting persons who recognize a relationship with each other based on common parentage, marriage, and/or adoption..”. jadi disimppulkan bahwa keluarga adalah kelompok social yang terdiri dari dua orang atau lebih yang mempunyai ikatan darah, perkawinan, atau adopsi yang syah menurut agama maupun Negara.

Aspek-aspek Pendidikan Anak dalam Keluarga
            Orang tua sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap anggota keluarga tentu memiliki peran utama dan pengaruh yang kuat dalam pendidikan anaknya di masa kecil. Masa kecil sebagai masa dimana anak hanya bisa meniru prilaku orang lain. Prilaku masa kecil akan tertanam sampai masa dewasa nantinya. Pada masa kecil ini anak lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan terdekatnya yaitu keluarga atau orang tuanya. Disinilah pentinganya peran orang tua dalam pendidikan anak.
            Besarnya pengaruh orang tua dan keluarga dalam menentukan keberhasilan pendidikan anak, mengisyaratkan bahwa perhatian dan kesungguhan orang tua dalam mendidik anaknya merupakan prioritas utama dalam pendidikan Islam. Anak yang shaleh yang senantiasa mendo’akan kedua orang tuanya adalah prototife anak yang didambakan oleh setiap muslim. Kesadaran orang tua menjadikan keshalehan itu harus dipersiapkan dana dididikkan semenjak usia dini.

Keluarga Sebagai Kelompok Primer
            Sebagai kelompok primer, keluarga berpengaruh besar kepada anggota keluarga, karena :
1.      Keluarga memberikan kesempatan yang unik kepada anaknya untuk menyadari dan memperkuat nilai-nilai kepribadiannya.
2.      Keluarga mengatur dan menjadi perantara hubungan anggota-anggotanya dengan dunia luar. Dalam hubungan ini dibedakan dua macam corak keluarga, yaitu :
a.       Keluarga terbuka, yaitu keluarga yang mendorong anggota-anggotanya untuk bergaul dengan masyarakat luas.
b.      Keluarga tertutup, yaitu keluarga yang menutup diri terhadap hubungan dunia luar.





























BAB VIII
KELOMPOK SEBAYA DAN SOSIALISASI

Pengertian Kelompok Sebaya
            Kelompok sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan individu. Terpengaruh atau tidaknya individu dengan teman sebaya tergantung pada persepsi individu terhadap kelompoknya, sebab persepsi individu terhadap kelompok sebayanya akan menentukan keputusan yang diambil nantinya.
            Kelompok sebaya menyediakan suatu lingkungan, yaitu tempat teman sebayanya dapat melakukan sosialisasi dengan nilai yang berlaku, bukan lagi nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya, dan tempat dalam rangka menentukan jati dirinya, namun apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai negative, maka akan menimbulkan bahaya bagi perkembangan jiwa individu.

Jenis-jenis Kelompok Sebaya
            Setiap kelompok sebaya mempunyai aturan baik yang bersifat implicit maupun eksplisit, harapan-harapan terhadap anggotanya, di tinjau dari sifat organisasinya, kelompok sebaya dibedakan menjadi :
a.       Kelompok sebaya yang bersifat informal.
Kelompok sebaya ini dibentuk, diatur, dan dipimpin oleh anak itu sendiri.
b.      Kelompok sebaya yang bersifat formal.
Di dalam kelompk ini ada bimbingan, partisipasi atau pengarahan orang dewasa.
            Menurut Robbins, ada empat jenis kelompok sebaya yang mempunyai peranan penting dalam proses sosialisasi yaitu :
a.       Kelompok permainan
Terbentuk secara spontan dan merupakan kegiatan khas anak-anak, namun di dalamnya tercermin pula struktur dan proses masyarakat luas.
b.      Gang
Bertujuan kegiatannya untuk melakukan kegiatan, kekerasan, dan perbuatan anti social.
c.       Klub
Adalah kelompok sebaya yang bersifat formal dalam artian mempunyai organisasi social yang teratur serta dalam bimbingan orang dewasa.
d.      Klik
Para anggotanya selalu merencanakan untuk mengerjakan sesuatu secara bersama yang bersifat positif dan tidak menimbulkan konflik social.

Fungsi Kelompok Sebaya
            Di dalam kelompok sebaya anak belajar bergaul dengan sesamanya. Mula-mula kelompok sebaya pada anak-anak itu terbentuk dengan cara kebetulan. Dalam perkembangan selanjutnya mesuknya anak ke dalam suatu kelompok sebaya berdasarkan pilihan. Setelah anak masuk ke sekolah kelompok sebayanya dapat berupa teman sekelasnya, klik dalam kelasnya, dan kelompok permainannya.
            Dalam kelompok sebaya itu anak belajar member dan menerima dalam pergaulannya dengan sesame temannya. Partisipasi dalam kelompok sebayanya memberikan kesempatan yang besar bagi anak belajar yang mengalami proses belajar social. Bergaul dengan teman sebaya merupakan persiapan penting dalam kehidupan seseoarang setelah dewasa.
            Selain itu, di dalam kelompok sebaya anak mempelajari kebudayaan masyarakatnya. Bahwa melalui kelompok sebaya itu anak belajar bagaimana menjadi manusia yang baik sesuai dengan gambaran dan cita-cita masyarakatnya, tentang kejujuran, keadilan, kerjasama, dan tanggung jawab. Sehingga kelompok sebaya menjadi wadah dalam mengajarkan mobilitas social. Melalui pergaulan di dalam lingkungan kelompok sebaya anak-anak yang berasal dari kelas social bawah menangkap nilai-nilai, ide-ide, cita-cita, dan pola tingkah laku anak dari golongan menengah keatas demikianjuga sebaliknya.
Kelompok sebaya juga masing-masing individu mempelajari peranan social yang baru. Anak yang biasa di didik dengan pola otoriter dapat mengenal kehidupan demokratis dalam kelompok sebaya. Di dalam kelomok sebaya mungkin anak berperan sebagai sahabat, musuh, pemimpin, pencetus ide, dan sebagainya. Sehingga di dalam kelompok sebaya anak mempunyai kesempatan melakukan bermacam-macam kelompok social.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar